28.1 C
Jakarta
Jumat, November 22, 2024
spot_img

Saat Baterai Nikel dan LFP Jadi Kontroversi di Indonesia

Baterai nikel dan Lithium Ferrophospate (LFP) saat ini jadi pusat pembicaraan masyarakat Indonesia. Bahkan bikin suasana politik nasional jadi gonjang-ganjing.

Masyarakat yang awalnya tidak tahu menahu soal baterai nikel dan LFP kini mulai sibuk membicarakan pertikaian kedua baterai tersebut. Semua bermula dari acara Debat Calon Wakil Presiden Indonesia 2024-2029 yang diikuti oleh Muhaimin Iskandar, Gibran Rakabuming, dan Mahfud MD.

Dalam acara itu, Gibran Rakabuming bertanya kepada Muhaimin Iskandar mengenai eksplorasi baterai nikel yang tengah dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Diketahui salah satu anggota tim sukses Muhaimin Iskandar yakni Thomas Lembong mengkritisi eksplorasi nikel di Indonesia yang terlalu berlebihan.

Menurut Thomas Lembong kondisi itu membuat harga nikel di pasar global jatuh. Selain itu banyak pengguna atau konsumen nikel justru berhati-hati melakukan kerja sama dengan Indonesia terkait penggunaan nikel.

Thomas Lembong bahkan mengatakan saat ini nikel sudah ditinggalkan oleh industri dunia salah satunya otomotif. Mereka ramai-ramai mencoba menemukan alternatif baru yakni baterai LFP.

“Tesla saja yang dibuat di China sudah menggunakan baterai LFP,” ujar Thomas Lembong.

Pernyataan itu yang kemudian dijadikan serangan oleh Gibran Rakabuming terhadap Muhaimin Iskandar. Menurut dia nikel justru belum ditinggalkan oleh industri dunia. Tesla bahkan masih menggunakan baterai nikel untuk mobil-mobil listrik buatan mereka.

“Ini agak aneh ya, yang sering ngomongin LFP itu timsesnya, tapi cawapresnya enggak paham. Tesla dibilang enggak pakai nikel, Tesla itu pakai nikel. Indonesia merupakan negara dengan cadangan nikel terbesar di dunia. Kalau mau promosiinn LFP sama saja promosiin produk China,” sindir Gibran.

Dalam debat tersebut Muhaimin Iskandar cukup memberikan jawaban yang mendasar mengenai pertanyaan mengapa tim suksesnya terkesan mempromosikan LFP ketimbang nikel. Dia mengatakan yang paling diperlukan adalah etika dalam eksplorasi baik itu nikel maupun LFP.

“Potensi sumber daya alam kita harus dipromosikan tapi harus dicatat eksplorasi nikel ugal-ugalan dan lalu hilirasi tanpa pertimbangan ekologi dan sosial. Buruh kita diabaikan dan juga terjadi korban kecelakaan. Di sisi lain pemasukan kita dari nikel sangat kecil. Nikel kita lebih produknya, bukan harga tawar naik malah kita menjadi korban dari policy kita sendiri,” jelas Muhaimin Iskandar.

Perdebatan mengenai nikel dan LFP itu sendiri akhirnya melebar di luar perdebatan Calon Wakil Presiden. Bahkan beberapa pejabat pemerintahan seperti Menteri Investasi Bahlil Lahadalia dan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut B Pandjaitan justru ikut-ikutan membela eksplorasi nikel yang saat ini dilakukan Indonesia.

“Tidak benar yang disebutkan itu kalau pabrik Tesla di Shanghai menggunakan 100 persen LFP untuk mobil listriknya. Mereka masih menggunakan baterai berbahan dasar nikel, yang disuplai oleh LG. Selain itu, publik perlu tahu bahwa lithium baterai berbasis nikel itu bisa didaur ulang, sedangkan baterai LFP sejauh ini masih belum bisa didaur ulang,” tulis Luhut Binsar Pandjaitan di akun Instagram miliknya.

Perdebatan tersebut hingga kini memang terus berlangsung. Terutama terkait dengan eksplorasi besar-besaran yang justru dianggap oleh kubu Muhaimin Iskandar tidak mengedepankan etika terutama etika lingkungan.

Untuk sektor otomotif, eksplorasi nikel yang besar-besaran di Tanah Air diyakini merupakan salah satu cari untuk menjadi pemain utama industri kendaraan listrik dunia. Seperti yang dikatakan Gibran Rakabuming, Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar di dunia.

Tentu potensi itu akan jadi daya tarik buat pelaku industri otomotif dunia yang fokus mengembangkan kendaraan listrik.

Potensinya memang sudah terlihat dimana ada tiga pabrikan besar yang sudha membangun pabrik baterai di Indonesia yakni Hyundai Motor, LG Group, dan Foxconn.

“Saya sangat yakin industri ini akan tumbuh cepat, akan tumbuh sangat cepat,” kata Presiden yang akrab disapa Jokowi tahun lalu.

Hanya saja saat ini menurut NASDAQ saat ini pelaku industri otomotif dunia justru sudah mulai memaksimalkan penggunaan baterai LFP. Sebut saja Ford, Daimler, Volkswagen, Tesla hingga Mercedes-Benz sudah beralih dari baterai nikel ke LFP.

“LFP ini menawarkan alternatif berbiaya lebih rendah dibandingkan sel mangan nikel kobalt yang biasa digunakan pada kendaraan listrik. Baterai ini berbeda dengan komposisi lain, seperti litium-ion, karena sifat unik besi fosfat sebagai bahan katoda,” tulis Nasdaq.

Penggunaan LFP sendiri diyakini sebagai salah satu solusi untuk mewujudkan mobil listrik dengan harga terjangkau. Pasalnya hingga kini harga mobil listrik yang ada sulit untuk ditekan di bawah harga Rp500 juta.

Hadirnya LFP jusru memungkinkan hadirnya mobil listri dengan harga terjangkau. Di saat yang bersamaan cakupan pasar akan lebih lebar dan meningkatkan volume penjualan.

“Kondis yang menjanjikan ini membuat banyak produsen otomotif mengucurkan invetasi jumlah besar untuk manufaktur baterai LFP,” tegas Nasdaq.

Secara etika lingkungan yang dikritik oleh Muhaimin Iskandar, baterai LFP justru lebih baik dibanding nikel.

“Tidak seperti beberapa komposisi lain yang mungkin mengandung kobalt, nikel, atau mangan, baterai LFP bebas kobalt dan memiliki dampak lingkungan yang lebih rendah,” jelas Nasdaq.

Related Articles

Stay Connected

0FansSuka
3,912PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan
- Advertisement -spot_img

Latest Articles